Selasa, 03 Januari 2012

Perbedaan Piagam Jakarta dan Piagam Madinah

2.1. Piagam Jakarta adalah hasil kompromi tentang dasar negara Indonesia yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan dan disetujui pada tanggal 22 Juni 1945 antara pihak Islam dan kaum kebangsaan (nasionalis). Panitia Sembilan merupakan panitia kecil yang dibentuk oleh BPUPKI.
Di dalam Piagam Jakarta terdapat lima butir yang kelak menjadi Pancasila dari lima butir, sebagai berikut:
·         Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
·         Kemanusiaan yang adil dan beradab
·         Persatuan Indonesia
·         Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
·         Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
            Pada saat penyusunan UUD pada Sidang Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta dijadikan Muqaddimah (preambule). Selanjutnya pada pengesahan UUD 45 18 Agustus 1945 oleh PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD setelah butir pertama diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Perubahan butir pertama dilakukan oleh Drs. M. Hatta atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo.
            Naskah Piagam Jakarta ditulis dengan menggunakan ejaan Republik dan ditandatangani oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H.A. Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin. Piagam Jakarta
            Bahwa sesungguhnja kemerdekaan itu jalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka pendjadjahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
            Dan perdjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai (lah) kepada saat jang berbahagia dengan selamat-sentausa mengantarkan rakjat Indonesia kedepan pintu gerbang Negara Indonesia jang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
            Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaja berkehidupan kebangsaan jang bebas, maka rakjat Indonesia menjatakan dengan ini kemerdekaannja.
            Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia Merdeka jang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, dan untuk memadjukan kesedjahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, jang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indnesia, jang berkedaulatan rakjat, dengan berdasar kepada: keTuhanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja, menurut dasar kemanusiaan jang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permusjawaratan perwakilan, serta dengan mewudjudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia.
Djakarta, 22 Juni 1945
Ir. Soekarno                                                                Mohammad Hatta
A.A. Maramis                                                             Abikusno Tjokrosujoso
Abdulkahar Muzakir                                                   H.A. Salim
Achmad Subardjo                                                       Wachid Hasjim
Muhammad Yamin
2.2. Piagam Madinah (Bahasa Arab: صحیفة المدینه, shahifatul madinah) juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Yathrib (kemudian bernama Madinah) di tahun 622.[1][2] Dokumen tersebut disusun sejelas-jelasnya dengan tujuan utama untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani 'Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas pagan Madinah; sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut ummah.
Pasal 1
Sesungguhnya mereka satu bangsa negara (ummat), bebas dari (pengaruh dan kekuasaan) manusia.
Pasal 2
·         Kaum Muhajirin dari Quraisy tetap mempunyai hak asli mereka, saling menanggung, membayar dan menerima uang tebusan darah (diyat) karena suatu pembunuhan, dengan cara yang baik dan adil di antara orang-orang beriman.
Pasal 3
·         Banu 'Awf (dari Yathrib) tetap mempunyai hak asli mereka, tanggung menanggung uang tebusan darah (diyat).
·         Dan setiap keluarga dari mereka membayar bersama akan uang tebusan dengan baik dan adil di antara orang-orang beriman.
Pasal 4
·         Banu Sa'idah (dari Yathrib) tetap atas hak asli mereka, tanggung menanggung wang tebusan mereka.
·         Dan setiap keluarga dari mereka membayar bersama akan wang tebusan dengan baik dan adil di antara orang-orang beriman.
Pasal 5
·         Banul-Harts (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, saling tanggung-menanggung untuk membayar uang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
·         Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 6
·         Banu Jusyam (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
·         Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman
Pasal 7
·         Banu Najjar (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) dengan secara baik dan adil.
·         Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang beriman.
Pasal 8
·         Banu 'Amrin (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
·         Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 9
·         Banu An-Nabiet (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
·         Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 10
·         Banu Aws (dari suku Yathrib) berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
·         Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
III. Persatuan Se-agama
Pasal 11
·         Sesungguhnya orang-orang beriman tidak akan melalaikan tanggung jawabnya untuk memberi sumbangan bagi orang-orang yang berhutang, karena membayar uang tebusan darah dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 12
·         Tidak seorang pun dari orang-orang yang beriman dibolehkan membuat persekutuan dengan teman sekutu dari orang yang beriman lainnya, tanpa persetujuan terlebih dahulu dari padanya.
Pasal 13
·         Segenap orang-orang beriman yang bertaqwa harus menentang setiap orang yang berbuat kesalahan , melanggar ketertiban, penipuan, permusuhan atau pengacauan di kalangan masyarakat orang-orang beriman.
·         Kebulatan persatuan mereka terhadap orang-orang yang bersalah merupakan tangan yang satu, walaupun terhadap anak-anak mereka sendiri.
Pasal 14
·         Tidak diperkenankan seseorang yang beriman membunuh seorang beriman lainnya karena lantaran seorang yang tidak beriman.
·         Tidak pula diperkenankan seorang yang beriman membantu seorang yang kafir untuk melawan seorang yang beriman lainnya.
Pasal 15
·         Jaminan Tuhan adalah satu dan merata, melindungi nasib orang-orang yang lemah.
·         Segenap orang-orang yang beriman harus jamin-menjamin dan setiakawan sesama mereka daripada (gangguan) manusia lain
IV. Persatuan Segenap Warga Negara
Pasal 16
·         Bahwa sesungguhnya kaum-bangsa Yahudi yang setia kepada (negara) kita, berhak mendapatkan bantuan dan perlindungan, tidak boleh dikurangi haknya dan tidak boleh diasingkan dari pergaulan umum.
Pasal 17
·         Perdamaian dari orang-orang beriman adalah satu
·         Tidak diperkenankan segolongan orang-orang yang beriman membuat perjanjian tanpa ikut sertanya segolongan lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Tuhan, kecuali atas dasar persamaan dan adil di antara mereka.
Pasal 18
·         Setiap penyerangan yang dilakukan terhadap kita, merupakan tantangan terhadap semuanya yang harus memperkuat persatuan antara segenap golongan.
Pasal 19
·         Segenap orang-orang yang beriman harus memberikan pembelaan atas tiap-tiap darah yang tertumpah di jalan Tuhan.
·         Setiap orang beriman yang bertaqwa harus berteguh hati atas jalan yang baik dan kuat.
Pasal 20
·         Perlindungan yang diberikan oleh seorang yang tidak beriman (musyrik) terhadap harta dan jiwa seorang musuh Quraisy, tidaklah diakui.
·         Campur tangan apapun tidaklah diijinkan atas kerugian seorang yang beriman.
Pasal 21
·         Barangsiapa yang membunuh akan seorang yang beriman dengan cukup bukti atas perbuatannya harus dihukum bunuh atasnya, kecuali kalau wali (keluarga yang berhak) dari si terbunuh bersedia dan rela menerima ganti kerugian (diyat).
·         Segenap warga yang beriman harus bulat bersatu mengutuk perbuatan itu, dan tidak diizinkan selain daripada menghukum kejahatan itu.
Pasal 22
·         Tidak dibenarkan bagi setiap orang yang mengakui piagam ini dan percaya kepada Tuhan dan hari akhir, akan membantu orang-orang yang salah, dan memberikan tempat kediaman baginya.
·         Siapa yang memberikan bantuan atau memberikan tempat tinggal bagi pengkhianat-pengkhianat negara atau orang-orang yang salah, akan mendapatkan kutukan dan kemurkaan Tuhan di hari kiamat nanti, dan tidak diterima segala pengakuan dan kesaksiannya.
Pasal 23
·         Apabila timbul perbedaan pendapat di antara kamu di dalam suatu soal, maka kembalikanlah penyelesaiannya pada (hukum) Tuhan dan (keputusan) Muhammad SAW.
V. Golongan Minoritas
Pasal 24
·         Warganegara (dari golongan) Yahudi memikul biaya bersama-sama dengan kaum beriman, selama negara dalam peperangan.
Pasal 25
·         Kaum Yahudi dari suku 'Awf adalah satu bangsa-negara (ummat) dengan warga yang beriman.
·         Kaum Yahudi bebas memeluk agama mereka, sebagai kaum Muslimin bebas memeluk agama mereka.
·         Kebebasan ini berlaku juga terhadap pengikut-pengikut/sekutu-sekutu mereka, dan diri mereka sendiri.
·         Kecuali kalau ada yang mengacau dan berbuat kejahatan, yang menimpa diri orang yang bersangkutan dan keluarganya.
Pasal 26
·         Kaum Yahudi dari Banu Najjar diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas
Pasal 27
·         Kaum Yahudi dari Banul-Harts diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas
Pasal 28
·         Kaum Yahudi dari Banu Sa'idah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas
Pasal 29
·         Kaum Yahudi dari Banu Jusyam diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas
Pasal 30
·         Kaum Yahudi dari Banu Aws diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas
Pasal 31
·         Kaum Yahudi dari Banu Tsa'labah, diperlakukan sama seperti kaum yahudi dari Banu 'Awf di atas
·         Kecuali orang yang mengacau atau berbuat kejahatan, maka ganjaran dari pengacauan dan kejahatannya itu menimpa dirinya dan keluarganya.
Pasal 32
·         Suku Jafnah adalah bertali darah dengan kaum Yahudi dari Banu Tsa'labah, diperlakukan sama seperti Banu Tsa'labah
Pasal 33
·         Banu Syuthaibah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas.
·         Sikap yang baik harus dapat membendung segala penyelewengan.
Pasal 34
·         Pengikut-pengikut/sekutu-sekutu dari Banu Tsa'labah, diperlakukan sama seperti Banu Tsa'labah.
Pasal 35
·         Segala pegawai-pegawai dan pembela-pembela kaum Yahudi, diperlakukan sama seperti kaum Yahudi.
VI. Tugas Warga Negara
Pasal 36
·         Tidak seorang pun diperbolehkan bertindak keluar, tanpa ijinnya Muhammad SAW
·         Seorang warga negara dapat membalaskan kejahatan luka yang dilakukan orang kepadanya
·         Siapa yang berbuat kejahatan, maka ganjaran kejahatan itu menimpa dirinya dan keluarganya, kecuali untuk membela diri
·         Tuhan melindungi akan orang-orang yang setia kepada piagam ini
Pasal 37
·         Kaum Yahudi memikul biaya negara, sebagai halnya kaum Muslimin memikul biaya negara
·         Di antara segenap warga negara (Yahudi dan Muslimin) terjalin pembelaan untuk menentang setiap musuh negara yang memerangi setiap peserta dari piagam ini
·         Di antara mereka harus terdapat saling nasihat-menasihati dan berbuat kebajikan, dan menjauhi segala dosa
·         Seorang warga negara tidaklah dianggap bersalah, karena kesalahan yang dibuat sahabat/sekutunya
·         Pertolongan, pembelaan, dan bantuan harus diberikan kepada orang/golongan yang teraniaya
Pasal 38
·         Warga negara kaum Yahudi memikul biaya bersama-sama warganegara yang beriman, selama peperangan masih terjadi
VII. Melindungi Negara
Pasal 39
·         Sesungguhnya kota Yatsrib, Ibukota Negara, tidak boleh dilanggar kehormatannya oleh setiap peserta piagam ini
Pasal 40
·         Segala tetangga yang berdampingan rumah, harus diperlakukan sebagai diri-sendiri, tidak boleh diganggu ketenteramannya, dan tidak diperlakukan salah
Pasal 41
·         Tidak seorang pun tetangga wanita boleh diganggu ketenteraman atau kehormatannya, melainkan setiap kunjungan harus dengan izin suaminya
VIII. Pimpinan Negara
Pasal 42
·         Tidak boleh terjadi suatu peristiwa di antara peserta piagam ini atau terjadi pertengkaran, melainkan segera dilaporkan dan diserahkan penyelesaiannya menurut (hukum ) Tuhan dan (kebijaksanaan) utusan-Nya, Muhammad SAW
·         Tuhan berpegang teguh kepada piagam ini dan orang-orang yang setia kepadanya
Pasal 43
·         Sesungguhnya (musuh) Quraisy tidak boleh dilindungi, begitu juga segala orang yang membantu mereka
Pasal 44
·         Di kalangan warga negara sudah terikat janji pertahanan bersama untuk menentang setiap agresor yang menyergap kota Yathrib
IX. Politik Perdamaian
Pasal 45
·         Apabila mereka diajak kepada pendamaian (dan) membuat perjanjian damai (treaty), mereka tetap sedia untuk berdamai dan membuat perjanjian damai
·         Setiap kali ajakan pendamaian seperti demikian, sesungguhnya kaum yang beriman harus melakukannya, kecuali terhadap orang (negara) yang menunjukkan permusuhan terhadap agama (Islam)
·         Kewajiban atas setiap warganegara mengambil bahagian dari pihak mereka untuk perdamaian itu
Pasal 46
·         Dan sesungguhnya kaum Yahudi dari Aws dan segala sekutu dan simpatisan mereka, mempunyai kewajiban yang sama dengan segala peserta piagam untuk kebaikan (pendamaian) itu
·         Sesungguhnya kebaikan (pendamaian) dapat menghilangkan segala kesalahan
X. Penutup
Pasal 47
·         Setiap orang (warganegara) yang berusaha, segala usahanya adalah atas dirinya
·         Sesungguhnya Tuhan menyertai akan segala peserta dari piagam ini, yang menjalankannya dengan jujur dan sebaik-baiknya
·         Sesungguhnya tidaklah boleh piagam ini dipergunakan untuk melindungi orang-orang yang dhalim dan bersalah
·         Sesungguhnya (mulai saat ini), orang-orang yang bepergian (keluar), adalah aman
·         Dan orang yang menetap adalah aman pula, kecuali orang-orang yang dhalim dan berbuat salah
·         Sesungguhnya Tuhan melindungi orang (warganegara) yang baik dan bersikap taqwa (waspada)
·         Dan (akhirnya) Muhammad adalah Pesuruh Tuhan, semoga Tuhan mencurahkan shalawat dan kesejahteraan atasnya.

Perbedaan Piagam Jakarta dan Piagam Madinah

2.1. Piagam Jakarta adalah hasil kompromi tentang dasar negara Indonesia yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan dan disetujui pada tanggal 22 Juni 1945 antara pihak Islam dan kaum kebangsaan (nasionalis). Panitia Sembilan merupakan panitia kecil yang dibentuk oleh BPUPKI.
Di dalam Piagam Jakarta terdapat lima butir yang kelak menjadi Pancasila dari lima butir, sebagai berikut:
·         Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
·         Kemanusiaan yang adil dan beradab
·         Persatuan Indonesia
·         Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
·         Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
            Pada saat penyusunan UUD pada Sidang Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta dijadikan Muqaddimah (preambule). Selanjutnya pada pengesahan UUD 45 18 Agustus 1945 oleh PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD setelah butir pertama diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Perubahan butir pertama dilakukan oleh Drs. M. Hatta atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo.
            Naskah Piagam Jakarta ditulis dengan menggunakan ejaan Republik dan ditandatangani oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H.A. Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin. Piagam Jakarta
            Bahwa sesungguhnja kemerdekaan itu jalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka pendjadjahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
            Dan perdjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai (lah) kepada saat jang berbahagia dengan selamat-sentausa mengantarkan rakjat Indonesia kedepan pintu gerbang Negara Indonesia jang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
            Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaja berkehidupan kebangsaan jang bebas, maka rakjat Indonesia menjatakan dengan ini kemerdekaannja.
            Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia Merdeka jang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, dan untuk memadjukan kesedjahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, jang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indnesia, jang berkedaulatan rakjat, dengan berdasar kepada: keTuhanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja, menurut dasar kemanusiaan jang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permusjawaratan perwakilan, serta dengan mewudjudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia.
Djakarta, 22 Juni 1945
Ir. Soekarno                                                                Mohammad Hatta
A.A. Maramis                                                             Abikusno Tjokrosujoso
Abdulkahar Muzakir                                                   H.A. Salim
Achmad Subardjo                                                       Wachid Hasjim
Muhammad Yamin
2.2. Piagam Madinah (Bahasa Arab: صحیفة المدینه, shahifatul madinah) juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Yathrib (kemudian bernama Madinah) di tahun 622.[1][2] Dokumen tersebut disusun sejelas-jelasnya dengan tujuan utama untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani 'Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas pagan Madinah; sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut ummah.
Pasal 1
Sesungguhnya mereka satu bangsa negara (ummat), bebas dari (pengaruh dan kekuasaan) manusia.
Pasal 2
·         Kaum Muhajirin dari Quraisy tetap mempunyai hak asli mereka, saling menanggung, membayar dan menerima uang tebusan darah (diyat) karena suatu pembunuhan, dengan cara yang baik dan adil di antara orang-orang beriman.
Pasal 3
·         Banu 'Awf (dari Yathrib) tetap mempunyai hak asli mereka, tanggung menanggung uang tebusan darah (diyat).
·         Dan setiap keluarga dari mereka membayar bersama akan uang tebusan dengan baik dan adil di antara orang-orang beriman.
Pasal 4
·         Banu Sa'idah (dari Yathrib) tetap atas hak asli mereka, tanggung menanggung wang tebusan mereka.
·         Dan setiap keluarga dari mereka membayar bersama akan wang tebusan dengan baik dan adil di antara orang-orang beriman.
Pasal 5
·         Banul-Harts (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, saling tanggung-menanggung untuk membayar uang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
·         Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 6
·         Banu Jusyam (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
·         Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman
Pasal 7
·         Banu Najjar (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) dengan secara baik dan adil.
·         Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang beriman.
Pasal 8
·         Banu 'Amrin (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
·         Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 9
·         Banu An-Nabiet (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
·         Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 10
·         Banu Aws (dari suku Yathrib) berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
·         Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
III. Persatuan Se-agama
Pasal 11
·         Sesungguhnya orang-orang beriman tidak akan melalaikan tanggung jawabnya untuk memberi sumbangan bagi orang-orang yang berhutang, karena membayar uang tebusan darah dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 12
·         Tidak seorang pun dari orang-orang yang beriman dibolehkan membuat persekutuan dengan teman sekutu dari orang yang beriman lainnya, tanpa persetujuan terlebih dahulu dari padanya.
Pasal 13
·         Segenap orang-orang beriman yang bertaqwa harus menentang setiap orang yang berbuat kesalahan , melanggar ketertiban, penipuan, permusuhan atau pengacauan di kalangan masyarakat orang-orang beriman.
·         Kebulatan persatuan mereka terhadap orang-orang yang bersalah merupakan tangan yang satu, walaupun terhadap anak-anak mereka sendiri.
Pasal 14
·         Tidak diperkenankan seseorang yang beriman membunuh seorang beriman lainnya karena lantaran seorang yang tidak beriman.
·         Tidak pula diperkenankan seorang yang beriman membantu seorang yang kafir untuk melawan seorang yang beriman lainnya.
Pasal 15
·         Jaminan Tuhan adalah satu dan merata, melindungi nasib orang-orang yang lemah.
·         Segenap orang-orang yang beriman harus jamin-menjamin dan setiakawan sesama mereka daripada (gangguan) manusia lain
IV. Persatuan Segenap Warga Negara
Pasal 16
·         Bahwa sesungguhnya kaum-bangsa Yahudi yang setia kepada (negara) kita, berhak mendapatkan bantuan dan perlindungan, tidak boleh dikurangi haknya dan tidak boleh diasingkan dari pergaulan umum.
Pasal 17
·         Perdamaian dari orang-orang beriman adalah satu
·         Tidak diperkenankan segolongan orang-orang yang beriman membuat perjanjian tanpa ikut sertanya segolongan lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Tuhan, kecuali atas dasar persamaan dan adil di antara mereka.
Pasal 18
·         Setiap penyerangan yang dilakukan terhadap kita, merupakan tantangan terhadap semuanya yang harus memperkuat persatuan antara segenap golongan.
Pasal 19
·         Segenap orang-orang yang beriman harus memberikan pembelaan atas tiap-tiap darah yang tertumpah di jalan Tuhan.
·         Setiap orang beriman yang bertaqwa harus berteguh hati atas jalan yang baik dan kuat.
Pasal 20
·         Perlindungan yang diberikan oleh seorang yang tidak beriman (musyrik) terhadap harta dan jiwa seorang musuh Quraisy, tidaklah diakui.
·         Campur tangan apapun tidaklah diijinkan atas kerugian seorang yang beriman.
Pasal 21
·         Barangsiapa yang membunuh akan seorang yang beriman dengan cukup bukti atas perbuatannya harus dihukum bunuh atasnya, kecuali kalau wali (keluarga yang berhak) dari si terbunuh bersedia dan rela menerima ganti kerugian (diyat).
·         Segenap warga yang beriman harus bulat bersatu mengutuk perbuatan itu, dan tidak diizinkan selain daripada menghukum kejahatan itu.
Pasal 22
·         Tidak dibenarkan bagi setiap orang yang mengakui piagam ini dan percaya kepada Tuhan dan hari akhir, akan membantu orang-orang yang salah, dan memberikan tempat kediaman baginya.
·         Siapa yang memberikan bantuan atau memberikan tempat tinggal bagi pengkhianat-pengkhianat negara atau orang-orang yang salah, akan mendapatkan kutukan dan kemurkaan Tuhan di hari kiamat nanti, dan tidak diterima segala pengakuan dan kesaksiannya.
Pasal 23
·         Apabila timbul perbedaan pendapat di antara kamu di dalam suatu soal, maka kembalikanlah penyelesaiannya pada (hukum) Tuhan dan (keputusan) Muhammad SAW.
V. Golongan Minoritas
Pasal 24
·         Warganegara (dari golongan) Yahudi memikul biaya bersama-sama dengan kaum beriman, selama negara dalam peperangan.
Pasal 25
·         Kaum Yahudi dari suku 'Awf adalah satu bangsa-negara (ummat) dengan warga yang beriman.
·         Kaum Yahudi bebas memeluk agama mereka, sebagai kaum Muslimin bebas memeluk agama mereka.
·         Kebebasan ini berlaku juga terhadap pengikut-pengikut/sekutu-sekutu mereka, dan diri mereka sendiri.
·         Kecuali kalau ada yang mengacau dan berbuat kejahatan, yang menimpa diri orang yang bersangkutan dan keluarganya.
Pasal 26
·         Kaum Yahudi dari Banu Najjar diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas
Pasal 27
·         Kaum Yahudi dari Banul-Harts diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas
Pasal 28
·         Kaum Yahudi dari Banu Sa'idah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas
Pasal 29
·         Kaum Yahudi dari Banu Jusyam diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas
Pasal 30
·         Kaum Yahudi dari Banu Aws diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas
Pasal 31
·         Kaum Yahudi dari Banu Tsa'labah, diperlakukan sama seperti kaum yahudi dari Banu 'Awf di atas
·         Kecuali orang yang mengacau atau berbuat kejahatan, maka ganjaran dari pengacauan dan kejahatannya itu menimpa dirinya dan keluarganya.
Pasal 32
·         Suku Jafnah adalah bertali darah dengan kaum Yahudi dari Banu Tsa'labah, diperlakukan sama seperti Banu Tsa'labah
Pasal 33
·         Banu Syuthaibah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas.
·         Sikap yang baik harus dapat membendung segala penyelewengan.
Pasal 34
·         Pengikut-pengikut/sekutu-sekutu dari Banu Tsa'labah, diperlakukan sama seperti Banu Tsa'labah.
Pasal 35
·         Segala pegawai-pegawai dan pembela-pembela kaum Yahudi, diperlakukan sama seperti kaum Yahudi.
VI. Tugas Warga Negara
Pasal 36
·         Tidak seorang pun diperbolehkan bertindak keluar, tanpa ijinnya Muhammad SAW
·         Seorang warga negara dapat membalaskan kejahatan luka yang dilakukan orang kepadanya
·         Siapa yang berbuat kejahatan, maka ganjaran kejahatan itu menimpa dirinya dan keluarganya, kecuali untuk membela diri
·         Tuhan melindungi akan orang-orang yang setia kepada piagam ini
Pasal 37
·         Kaum Yahudi memikul biaya negara, sebagai halnya kaum Muslimin memikul biaya negara
·         Di antara segenap warga negara (Yahudi dan Muslimin) terjalin pembelaan untuk menentang setiap musuh negara yang memerangi setiap peserta dari piagam ini
·         Di antara mereka harus terdapat saling nasihat-menasihati dan berbuat kebajikan, dan menjauhi segala dosa
·         Seorang warga negara tidaklah dianggap bersalah, karena kesalahan yang dibuat sahabat/sekutunya
·         Pertolongan, pembelaan, dan bantuan harus diberikan kepada orang/golongan yang teraniaya
Pasal 38
·         Warga negara kaum Yahudi memikul biaya bersama-sama warganegara yang beriman, selama peperangan masih terjadi
VII. Melindungi Negara
Pasal 39
·         Sesungguhnya kota Yatsrib, Ibukota Negara, tidak boleh dilanggar kehormatannya oleh setiap peserta piagam ini
Pasal 40
·         Segala tetangga yang berdampingan rumah, harus diperlakukan sebagai diri-sendiri, tidak boleh diganggu ketenteramannya, dan tidak diperlakukan salah
Pasal 41
·         Tidak seorang pun tetangga wanita boleh diganggu ketenteraman atau kehormatannya, melainkan setiap kunjungan harus dengan izin suaminya
VIII. Pimpinan Negara
Pasal 42
·         Tidak boleh terjadi suatu peristiwa di antara peserta piagam ini atau terjadi pertengkaran, melainkan segera dilaporkan dan diserahkan penyelesaiannya menurut (hukum ) Tuhan dan (kebijaksanaan) utusan-Nya, Muhammad SAW
·         Tuhan berpegang teguh kepada piagam ini dan orang-orang yang setia kepadanya
Pasal 43
·         Sesungguhnya (musuh) Quraisy tidak boleh dilindungi, begitu juga segala orang yang membantu mereka
Pasal 44
·         Di kalangan warga negara sudah terikat janji pertahanan bersama untuk menentang setiap agresor yang menyergap kota Yathrib
IX. Politik Perdamaian
Pasal 45
·         Apabila mereka diajak kepada pendamaian (dan) membuat perjanjian damai (treaty), mereka tetap sedia untuk berdamai dan membuat perjanjian damai
·         Setiap kali ajakan pendamaian seperti demikian, sesungguhnya kaum yang beriman harus melakukannya, kecuali terhadap orang (negara) yang menunjukkan permusuhan terhadap agama (Islam)
·         Kewajiban atas setiap warganegara mengambil bahagian dari pihak mereka untuk perdamaian itu
Pasal 46
·         Dan sesungguhnya kaum Yahudi dari Aws dan segala sekutu dan simpatisan mereka, mempunyai kewajiban yang sama dengan segala peserta piagam untuk kebaikan (pendamaian) itu
·         Sesungguhnya kebaikan (pendamaian) dapat menghilangkan segala kesalahan
X. Penutup
Pasal 47
·         Setiap orang (warganegara) yang berusaha, segala usahanya adalah atas dirinya
·         Sesungguhnya Tuhan menyertai akan segala peserta dari piagam ini, yang menjalankannya dengan jujur dan sebaik-baiknya
·         Sesungguhnya tidaklah boleh piagam ini dipergunakan untuk melindungi orang-orang yang dhalim dan bersalah
·         Sesungguhnya (mulai saat ini), orang-orang yang bepergian (keluar), adalah aman
·         Dan orang yang menetap adalah aman pula, kecuali orang-orang yang dhalim dan berbuat salah
·         Sesungguhnya Tuhan melindungi orang (warganegara) yang baik dan bersikap taqwa (waspada)
·         Dan (akhirnya) Muhammad adalah Pesuruh Tuhan, semoga Tuhan mencurahkan shalawat dan kesejahteraan atasnya.